SELAMATDATANG DI BLOG SLBN 1 BANTUL YOGYAKARTA


widget

Senin, 28 April 2014

Belajar dari Alumni yang Sukses

KISAH TUNADAKSA SANG INSPIRAIF


Nah pernahkah anda mendengar nama Safrina Rovasita ? bila belum, ini ceritanya. Safrina atau Nina panggilan akrabnya, lahir di yogya 1 Mei 1985 dari empat bersaudara, merupakan salah satu dari gadis yang menyandang difabel tersebut, tepatnya tunadaksa. Tunadaksa ini dapat dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu kelainan pada sistem cerebral dan kelainan pada sistem otot rangka. 



Nina
Nina sendiri adalah seorang cerebral palsy (CP) atau kerusakan/kelainan bagian otak pada syaraf pusat motorik. Sehingga bila ia berbicara kurang jelas dan gerakan badan yang tidak terkontrol.
Namun kekurangan itu bukan menjadi halangan bagi dia. Seperti apa yang ia ungkapkan kepada saya…
Keadaan ini sudah ia bawa sejak kecil ketika orang tua nya memasukkan dia ke dalam SD-LB/ D, Jurusan Tuna Daksa SLB Negeri 3 Yogyakarta/  yang sekarang berubah nama menjadi SLB Negeri 1  Bantul.
Selama 3 tahun ia menempuh pendidikan disana, namun ia bisa dengan mudah menyelesaikan semua pelajaran yang dikasih oleh guru nya. Pada sampai suatu saat ia bilang kepada ibu nya untuk membelikan buku yang seperti kepunyaan kakak nya yaitu buku SD biasa. Ternyata ia dengan mudah menyerap nya. Lalu ia pun dipindahkan ke SD, namun ia harus mengulang dari kelas satu lagi.
Hari pun berganti, ia pun selesai menamatkan SD nya dengan baik. Biasanya orang yang berkemampuan seperti Nina ini akan meneruskan ke sekolah yang sesuai dengan keadaannya. Tapi hal ini tidak berlaku buat Nina. Ia meminta kepada Ibu nya supaya dimasukkan ke sekolah umum. Hal itu pun dituruti oleh Ibu nya. Namun sayangnya beberapa sekolah yang didatangi oleh Ibunya, dengan menjelaskan keadaan anaknya, pihak sekolah selalu memberikan argumen yang bermacam-macam. Intinya menolak untuk menerima siswa seperti Nina. Beruntunglah ada kepala sekolah yang mengerti keadaan tersebut, lalu diterimalah ia di SMP 2 Depok. Nina tidak terlalu banyak menceritakan pengalaman sosialnya ketika SMP, ia hanya bercerita tentang prestasi nya. Ia selalu rangking di kelasnya dan nilainya lebih tinggi dari kakak nya.
Lalu sampailah ia pada ujian masuk ke SMA. Ia menuturkan, ketika ujian itu ia dibantu oleh fasilitator untuk membantu membulatkan jawaban. Lalu ia  pun mendambakan sekolah di SMA N 6 Jogja, sayang seribu sayang, harapan untuk masuk tidak tercapai. Posisi dia berada di urutan 361 sedangkan yang diterima sampai urutan 360, dengan perbedaan nilai 0,05. Ia pun menangis atas kejadian itu. Maka ia pun melanjutkan ke sekolah swasta, SMA GAMA.
disini ia mulai menuturkan hubungan sosialnya. Waktu kelas satu, ia dijauhi oleh teman-temannya. Walaupun kata dia, ia mempunyai sahabat yaitu teman sebangkunya. Tapi tidak terlalu jelas juga, soalnya bicaranya suka ngaco. Ia menuturkan alasan dijauhi teman-temannya, ia enggan memberikan jawaban ketika ujian sekolah ataupun pas ulangan. Ketika kelas 2, ia hanya mempunyai beberapa teman lalu sampai pada kelas 3  akhirnya mempunyai cukup banyak teman, ia menyebutnya geng. Namun geng ini merupakan orang-orang yang tidak punya teman di sekolah tersebut.
Di SMA ini pula ia memiliki prestasi yang bagus, mulai dari kelas 1 hingga 3 ia selalu mendapatkan nilai yang bagus. Bahkan ketika percobaan Ujuan Nasional (UN), dia satu-satunya yang lolos di sekolah tersebut. Menjelang UN yang sebenarnya, ia pun sudah mempersiapkan dengan baik. Lalu salah satu guru sedikit bergurau kepada dia, kalau ujian ya sedikit dikasih tau temannya biar kamu tidak dijauhi oleh teman-teman kamu.
Lalu ia pun menuruti kata gurunya tersebut, ia membantu salah satu temannya ketika ujian berlangsung. Namun sangat disayangkan, pihak sekolah tidak memberikan fasilitator untuk Nina. Padahal ibu nya sudah meminta berkali-kali, bahwa ia tidak bisa membuat bulatan dengan baik, karena kekurangan tersebut. Dan ujian pun tetap berlangsung.
Ketika pengumuman tiba, teman yang dibantunya itu pun memberitahukan kepada Nina bahwa ia lulus dan ia pun mengucapkan terima kasih kepada Nina. Namun sayang nya, keadaan sebaliknya buat Nina. Ia tidak lulus, padahal ia membantu teman itu dengan memberikan jawaban ketika UN.
Bukan Nina namanya kalau ia menyerah, Ia pun mengulang lewat paket C. Ketika akan ujian ternyata lagi-lagi ia tidak dikasih fasilitator oleh pihak yang menyelenggarakan ujian paket C tersebut. Lalu ia pun menangis di pihak tersebut dan untungnya pihak tersebut memberikan fasilitator untuk membantu ia membulatkan lembar jawaban ujian nya. Ia pun lulus dengan nilai diatas 5.
Berhubung waktu SMA nilai raport ia bagus, maka ia pun dengan mudah masuk ke UNY lewat jalur PMDK.  Ia diterima di jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB). Di kampusnya ia pun termasuk aktip, bergabung dengan organisasi difable motorcross (DMC) dan Sigap, ia pun pernah aksi di jalanan untuk memperjuangkan hak hak penyandang difabel.  Katanya, ia merupakan lulusan pertama CP di universitas tersebut bahkan menurut ia lagi, ia merupakan orang ketiga di Indonesia sebagai penyandang CP yang lulus dari sebuah universitas. Lulus dari UNY ia pun lalu bekerja di SLB Yapenas bulan Agustus 2010 untuk siswa-siswi CP

Kisah Menjadi Relawan Gunung Merapi

Bencana tidak dapat diramalkan, Merapi menunjukkan keperkasaannya. Ketika sebagian orang-orang pada berbondong-bondong meninggalkan jogja. Ada hal yang berbeda dimata Nina, sebagai salah satu penyandang difabel ia merasa terketuk hatinya ketika melihat bencana tersebut. Apalagi ia bisa merasakan sulitnya bagi kaum difabel ketika bencana, baik itu evakuasi maupun ketika di pengungsian.
Dalam keterbatasan dia, bersama teman-temannya ia berjuang membantu orang-orang difabel dalam memenuhi kebutuhan logistiknya. Dia juga menuturkan bagaimana ketika akan menolong malah orang lain merasa iba terhadap dia. Ia juga berjuang di tempat pengungsian dengan mendata yang termasuk difabel, baik itu di maguwoharjo dan UNY. Ketika orang lain sibuk dengan yang terlihat, ia berusaha mencari yang terlupakan.
Sampai pada akhirnya ia pun selesai menjadi relawan. Ia pun menulis kisahnya ketika ia menjadi relawan yang diadakan oleh Bank Indonesia Yogyakarta. Kisah dia dalam tulisan tersebut menjadi juara II lomba menulis kisah nyata Merapi kategori relawan. Judulnya berbagi dalam keterbatasan.
 Nina mengatakan ingin sekali melanjutkan sekolahnya lagi, S2.


http://slbn1bantul.blogspot.com/