SELAMATDATANG DI BLOG SLBN 1 BANTUL YOGYAKARTA


widget

Minggu, 22 September 2013

Upacara Bendera Mengukur Nasionalime, Benarkah ???


Setiap hari Senin pagi, murid-murid di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia melakukan upacara bendera tiak terkecuali di sekolah luarbiasa/ SLB, satu kegiatan yang sifatnya turun temurun dan sedikit sekali mengalami perubahan kecuali di SLB yang menyederhanakan. Sekalipun jaman sudah berkembang menjadi moderen, kegiatan ini masih terus dipertahankan dengan berbagai alasan salah satunya sebagai bentuk rasa Nasionalisme "benarkah"?. Dalam hemat saya/ penulis, rutinitas ini sudah selayaknya di kritisi apakah ada manfaatnya, seandainyan berpengaruh sangat penting dengan rasa nasionalisme itu ya syah -syah saja di pertahankan namun bagi kami keluarga besar ABK harus ada perubahan dan modifikasi tertentu agar tidak terasa membosankan.

Ada sebuah ucapan dari anak kami yang menganggap upacara bendera tiap senin itu membosankan dan membuat capek/ gerah karena berpanas panasan di tengah lapang dengan kondisi fisik kami yang tidak memungkinkan berdiri lama di tengah lapang.
Pada umumnya Upacara bendera itu dimulai dengan prosesi rutinitas/ ritual yang sudah pakem dimanapun itu. Upacara itu membosankan. Mulai dari SD hingga SMA, ritualnya tetap sama. Dimulai dengan baris berbaris, prosesi upacara, pembacaan Pancasila serta pembukaan UUD 1945, menaikan bendera sambil menyanyikan Indonesia Raya, mengheningkan cipta bagi pahlawan bangsa yang telah gugur, pidato kepala sekolah, dll. Bagi murid SD tahun pertama, upacara setiap hari Senin pagi menjadi ritual yang sangat dinantikan. Namun, seiring dengan perkembangan umur dan perjalanan waktu, kegiatan ini membuat murid-murid menjadi terbiasa dan kurang memberi perhatian pada isi dari kegiatan upacara ini. Dan saat murid menjadi bosan, perhatian mereka akan mudah teralih, misalnya, berbicara dengan teman-temannya ketika upacara berlangsung, bercanda, dan lainnya. Keberadaan guru pengawas untuk mengatur disiplin siswa juga tidak banyak membantu. Seperti halnya siswa, saat guru pengawas menjadi bosan, mereka juga iku berbincang-bincang dengan sesama mereka. Lain lagi dengan Murid ABK Tuna Rungu Wicara yang tidak dapat mendengarkan apa yang di ucapkan oleh Pembina upacara tanpa ada seorang penterjemahnya, sedangkan dengan murid ABK yang berbeda karakteristik ketunaanya pasti akan lebih parah lagi mengikuti prosesi upacara. Lucunya, guru pengawas terkadang mengajak siswanya untuk berbicara. Jadi murid bosan, guru pun ikut bosan. Dan saya yakin, kepala sekolahnya lebih bosan lagi. Jangan salah, mempersiapkan pidato setiap hari Senin bukan perkara gampang.
Upacara pagi pada hari Senin adalah pemborosan waktu. Sebelum upacara di mulai, murid-murid sudah harus melakukan persiapan seperti menyiapkan alat pengeras suara, tim pelaksana upacara, PaskiBra, dan mengatur murid kelas dalam barisan masing-masing. Saat upacara berlangsung pun, sudah banyak rutinitas yang memakan waktu, pembukaan, pembacaan UUD dan Pancasila,pengibaran bendera, berdoa, dan pidato dari kepala sekolah. Seluruh kegiatan ini sudah cukup banyak mengambil jam pelajaran yang sangat berharga di pagi hari, + satu jam. Murid dan guru sangat dirugikan oleh kegiatan rutin di awal minggu macam ini. Dan sesudah upacara selesai, pemborosan waktu ini dilanjutkan oleh guru dan murid. Sesudah upacara, murid-murid tidak langsung masuk kelas. Mereka akan duduk dulu di lapangan atau di luar kelas. Alasannya? “Capek”, “mau ngadem dulu”, “males belajar karena otaknya baru habis digoreng (oleh matahari)”. Sedangkan guru, idem ditto. Karena beberapa guru sudah tidak muda lagi usianya, mereka menhabiskan waktu dulu selam 10-15 menit untuk beristirahat, bincang santai, minum kopi, merokok, menceramahi siswa yang tertangkap tidak disiplin saat berbaris, dll.
Selain kedua alasan di atas, upacara bendera juga tidak memberikan manfaat nyata. Karena sudah terbiasa, murid-murid sudah tidak peduli lagi mengenai tujuan dari upacara bendera. Bagi mereka, upacara adalah satu rutinitas yang harus dilakukan setiap hari Senin, tidak lebih. Kalaupun ada alasan upacara itu diperlukan untuk menanamkan nasionalisme, saya yakin ada cara lain yang lebih baik daripada melakukan upacara setiap hari Senin pagi. Lihat orang-orang yang duduk pemerintahan sekarang ini. Berapa banyak dari mereka yang layak disebut sebagai seorang nasionalis? Padahal mereka dulu mengikuti upacara bendera sejak dari SD hingga SMA. Kalau anda pegawai negeri, maka anda sudah mengikuti upacara sejak dari SD hingga kini.
Sudah selayaknya ada model baru untuk bentuk nasionalsme selain upacara bendera tiap hari senin untuk ABK, apakah itu sebuah model modifikasi upacara ataupun kegiatan lain.
 Sebuah unek - unek admin
"Seorang Guru ABK di SLBN Kalibayem Jogja, yang menginginkan perubahan tanpa mengurangi rasa Nasionalisme"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar